Nah, waktu dulu SMP gua pernah ngeliat orang tawuran anak SMA STM bentrok, kebetulan deket rumah gua.Jujur aja sih jaman dulu kan anak-anak SMA atau STM gede-gede banget tidak kaya sekarang kecil.Kayanya seru banget gitu, ada yang ketangkep warga rumah gua terus di gulung.Ada yang kabur maen kejar-kejaran.Ada yang motornya di ancurin.Ada yang ngumpet di selokan.Ada yang ngumpet dirumah warga terus dijebak dikasih tau abis deh jadi bulan-bulanan warga.Konyol semua, kalau sudah mendadak bahaya pada mikirin diri sendiri gak mikirin teman.Jadi ya pada kabur masing masing.
Masuk jaman SMA dimana kenakalan remaja di sisi tawuran lebih keras daripada masa SD dan SMP.Saat itu, habis MOS langsung tuh diajak ke tempat tongkrongan.Kebetulan di SMA gua ada 3 tongkrongan.Di tempat tongkrongan gua dan teman-teman di jamu sama senior.Di kasih rokok lah, minum coca-cola lah, sambil ngobrol-ngobrol.Abis itu langsung deh diajak jalan.Tidak tahunya kita semua diajak menyambut sekolah lain.Datengin ke sekolahnya, serang rame-rame.Waktu dulu enak kompak, solidaritasnya berasa.Hari demi hari berlanjut, tawuran makin jadi tradisi.Kebetulan dulu tuh SMA gua itu STM nya SMA.Maksudnya sekolah gua tuh terkenal dengan basis gabungannya 307 di Selatan.
Lama kelamaan gua jadi bosen tawuran.Cuman gitu-gitu aja sih, maju mundur maju mundur.Memang sih hitungannya olahraga sore sama aja membakar banyak kalori.Yang gak tega disaat pertempuran pelajar itu, pertama saat membajak bus atau patas tidak membayar.Karena kan kasian bapak supir sama keneknya sedang mencari nafkah malah kita ricuhin.Kedua saat ada pelajar lain tertangkap, pasti kalau gak di pukulin ya di palakin uangnya.Kan kasian juga anak orang.Cuma ya namanya jiwa muda masih labil, atau hobi atau kebiasaan turun temurun dari senioryang sebelumnya.
Masuk ke kelas 2 dan kelas 3 gua udah jarang ikut begituan.Karena sibuk banyak kegiatan bantu orang tua, les, pacaran dan main sama teman.Paling kalau lagi mendadak doang ikut dan atau kalau lagi ada sekolah lain menyambut datang ke daerah sekolah atau pun kalau sekolah gua ulang tahun pasti rame penuh.Enaknya sekolah dekat dengan rumah yah kalau pulang sekolah langsung balik makan dan tidur atau nongkrong balik kerumah dulu ganti baju.Terkadang rumah gua juga jadi tempat maen anak-anak kalau lagi ada ekskul atau sehabis pulang sekolah.Gudang senjata pun ada di belakang rumah.Tempat barang-barang senjata tajam dan tumpul.
Gua pernah ngobrol banyak tentang perkelahian pelajar (tawuran) sama bapak gua sendiri.Kata beliau (bapak gua), “Jaman dulu mah gak kaya sekarang keroyokan rame-rame, bajak bus/patas, bawa-bawa senjata.Itu namanya udah kekerasan sekali atau bisa dibilang sangat anarkis.Dulu itu Bapak STM kalau berantem 1 lawan 1 terus diliatin.Kalau kalah udahan baikan, terus ngerokok sambil ngobrol ngobrol besok lanjutin lagi kalau mau atau udahan terus cari sekolah lain lagi”.
Ada baiknya tawuran itu jangan dilakukan.Jikalau lagi mendadak diserang dijalan atau kepepet ikut terlibat yaudah jalanin aja.Sepintar-pintar kitanya aja membela diri.Bagi gua sendiri, budaya tawuran itu cuman selingan aja.Tapi tetap kita sebagai siswa tugasnya hanya belajar, belajar, dan belajar.Karena masa depan itu kan persaingan yang ketat, dimana SDM kita harus berbobot tinggi dimata pasar global, perusahaan atau di perkantoran.Di dalam sekolah kita belajar yang baik dan benar.Jangan nakal, jangan sampai dipanggil orang tua.Kasihan orang tua biayain sekolah cape-cape tulangnya di banting kita nya malah nakal.Di luar sekolah kita baru bebas.Mau ngapain aja terserah, asal bisa tau batas.Bebas yang dimaksud adalah bebas dalam berperilaku sebagai siswa yang dipandang baik dan jadi panutan kepada temannya atau orang disekitarnya.Intinya sih kita harus tetap imbangi antara main dan belajar.Jangan sampai kegedean main jadi lupa sama belajar.
Dari sudut pandang gua, penyebab tawuran itu:
- Lunturnya nilai-nilai luhur seperti “wani ngalah luhur wekasane” = berani mengalah akan mendatangkan kebaikan, “ksatria sejati”=melindungi yang lemah, “ojo dumeh”=jangan mentang-mentang kaya, kuat, berkuasa dll.
- Hilangnya tokoh-tokoh yang dapat dijadikan panutan sekaligus pengayom yang dapat menyelesaikan segala macam masalah yang timbul pada suatu komunitas (pelajar).Dahulu orang tua, guru, lurah, dan tokoh masyarakat lain menjadi tempat berlindung dan menjadi penengah setiap permasalahan yang ada, sebelum permasalahan menjadi lebih besar dan ditangani oleh aparat (kepolisian).Saat ini jangankan orang tua, guru, atau lurah, pak polisi aja kadang dicuekin, lihat saja tawuran pelajar, tawuran suporter bola, kalau cuma ada 1 atau 2 polisi mereka tidak takut sama sekali.
- Makin kuatnya identitas kelompok, sebagai akibat dari ikatan dalam keluarga yang makin lemah, intensitas dan kualitas hubungan dalam keluarga semakin rapuh sehingga anak lebih banyak berinteraksi dengan teman dibanding dengan ayah atau ibunya. Hal ini yang menyebabkan mengapa seorang anak lebih percaya dan takut kehilangan teman dalam kelompoknya sehingga berani untuk membantah orang tua.
- Semakin menipisnya penghayatan dan pengamalan ajaran agama, yang digantikan oleh diagung-agungkannya nilai modernitas, popularitas, dan bahkan nilai ekonomi menjadi nomor satu. Sehingga setiap hal selalu dinilai berdasarkan ukuran-ukuran tersebut. Kesuksesan jaman sekarang selalu di lihat dari sudut modernitas, popularitas dan sisi ekonomi.
Tidak adanya kegiatan utama seorang pelajar yang dapat menjamin masa depannya.Dimasa lalu belajar adalah kegiatan utama dan dipastikan dapat menjamin masa depannya, karena pendidikan menjadi syarat utama dalam mencari pekerjaan yang layak.Saat ini mempunyai pendidikan yang cukup belum menjamin untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Akibatnya belajar tidak lagi mejadi sebuah kegiatan yang “penting” bagi sebagian pelajar, istilahnya “gak belajar ntar juga lulus”, ditambah lagi dengan adanya sekolah gratis, menimbulkan istilah baru “gak naik gak apa apa tahun depan juga naik, toh gak ada ruginya”, masya Allah… Masih ada tambahan lagi menjamurnya internet (warnet), game online, dan lain-lain semakin menyita waktu pelajar untuk belajar, berganti dengan “belajar” game tembak-tembakan, game silat, game-game lain, yang tentu saja jauh lebih menarik dari pada belajar matematika, fisika dll.
Kalau begitu gimana mengatasi tawuran ya? Gua juga gak tau dan belum punya ide, tetapi paling tidak ada satu saran gua untuk orang tua : selalu dampingi, bimbing dan arahkan anak anda yang masih bersekolah, karena tantangan yang mereka hadapi saat ini jauh lebih berat dari pada tantangan yang dahulu kita (orang tua) hadapi dalam mempersiapkan masa depan.Dahulu saat kita (orang tua) sekolah hanya ada godaan main layangan dan main bola disiang hari, anak kita sekarang dari subuh sampai tengah malam digoda untuk main game, nonton TV, jalan-jalan ke mall dan lain lain.Oleh karena itu jangan biarkan mereka menghadapi tantangan itu sendirian, mari kita dampingi dan bantu anak-anak kita mengahadapi godaan dan tantangan “jaman modern” itu.
Udah dulu yah, capek ngetik hahaha itu cerita singkat dari dalam diri gua mengenai tawuran.Semoga bermanfaat deh dan dapat diambil fa’edahnya.Kurang lebih nya mohon maaf kalau ada salah-salah kata atau ada bahasa yang kurang sopan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar